Jumat, 24 Oktober 2014

KONFLIK ORGANISASI

Seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi karena permasalahan yang sangat remeh temeh. Namun justru dengan hal yang remeh temeh itulah sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk oleh pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan yang dilakukanpun cenderung diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita, konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak konstruktif bagi organisasi.
Apabila sistem komunikasi dan informasi tidak menemui sasarannya, timbullah salah paham atau orang tidak saling mengerti. Selanjutnya hal ini akan menjadi salah satu sebab timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi.
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak. Pertentangan kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin membela nilai-nilai yang telah mereka anggap benar, dan memaksa pihak lain untuk mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras.

Konflik Organisasional

            Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoprasian organisasional yang menyebabkan konflik. Bass mengemukakan berbagai contoh sebagai berikut :
Atasan menghendaki produksi lebih banyak, para bawahan menginginkan perhatian lebih besar. Para langganan meminta pengiriman lebih cepat, rekan kerja berharap penundaan sekjul. Para konsultan menyarankan perubahan, para bawahan menolak perubahan. Buku pedoman menguraikan suatu rumusan, staf mengatakan bahwa itu tidak akan berjalan.
Secara lebih konsepsual. Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional : (1) suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai,
 (2) keberadaan peralatan-peralatan yang tudak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai, (3) sesuatu masalah ketidaktepatan status, dan (4) perbedaan perepsepsi.
Sumber-sumber konflik organisasional ini sebagian besar meupakan hasil dinamika interaksi individual dan kelompok serta proses-proses psikologis.

Jenis-jenis Konflik

Orang mengelompokkan konfik kedalam:

1.     Konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict), dimana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.
2.     Konflik antar peranan (inter-role conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota serikat pekerja yang juga pengawas atau mandor perusahaan.
3.     Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan yang berlainan para ketua jurusan.
4.     Konfik yang timbul karena disampikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict).

Kelompok konflik yang pertama pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk mentaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi. Kelompok konflik yang kedua dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negatif dwi-fungsi diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik serta adanya buku pedoman atau petunjuk perusahaan.
Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan. Atas dasar konflik ini, kita mengenal lima jenis konflik.
1.     konflik dalam individu, yang terjadi bila seseorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih daripada kemampuannya.
2.     Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-pebedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan (seperti antara menejer dan bawahan).
3.     Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
4.     Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5.     Konfik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebh efisien.

Sumber-sumber konflik
Berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1.     kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila setiap satuan dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah bagaimana membaginya merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya tersebut harus dialokasikan, sehingga beberapa kelompok tak terelakkan akan mendapatkan lebih sedikit daripada yang mereka inginkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul Karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk merebutkan bagian terbesar sumber daya-sumber daya yang tersedia.
2.     Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui, kelompok-kelompok organisasi cendrung menjadi terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering mengakibatkan konflik kepentingan atau perioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujui. Sebagai contoh, departemen penjualan mungkin menginginkan penetapan harga rendah untuk menarik lebih banyak langganan, sedangkan departemen produksi mungkin menghendaki harga lebih tinggi untuk menutup biaya-biaya produksi. Karena para anggota setiap departemen mengembangkan berbagai tujuan dan sudut pandang yang berbeda-beda, mereka sering menghadapi kesulitan untuk menyetujui program-program kegiatan.
3.     Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan kerja ada dua atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi sangat tergantung pada cara situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik muncul bila seluruh kelompok yang terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekanan diantara berbagai macam kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung jawab. Konflik potensial adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4.     Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara para anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai pebedaan sikap, nilai-nilai, dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik. Sebagai contoh, para manajer tingkat atas, yang terlibat dengan pertimbangan–pertimbangan jangka panjang hubungan manajemen-serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi fleksibilitas para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis mungkin menggunakan criteria nilai-nilai mereka atas dasar kualitas produk, kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan para anggota departemen pabrikasi mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada kesederhanaan desain dan biaya-biaya produksi yang rendah. Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan konflik.
5.     Kemenduaan organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggung jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambigouos) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas. Seorang manajer mungkin mencoba untuk memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha ini biasanya akan menstimulasi para manajer lain untuk “mempertahankan lading mereka”. Disamping itu, komunikasi yang mendua dapat menyebabkan konflik antar kelompok, bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai pengertian yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
6.     Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan ada argumentasi, dan bila hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk meningkatkan atau menaikkan prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke “peperangan”, akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antar kelompok sangat berbeda dalam hal cirri-ciri seperti sikap kerja, umur dan pendidikan.

Berbagai strategi penyelesaian konflik

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.     Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.     Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.     Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.     Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.     Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
           
Bila keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, maka konflikpun tak terelakkan.
Pimpinan dapat melakukan tindakan alternatif seperti dikemukakan dibawah ini, tetapi tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.
1.     menggunakan kwkuasaan – melaksanakan pendapat dengan menyatakan siapa yang setuju dengan pimpinan dan yang tidak hendaknya mengundurkan diri,
2.     konfrontasi – dimana penyelesaian melalui persetujuan semua pihak tidak dapat dicapai, dan hal itu dibiarkan demikian agar pihak-pihak memikirkan dan merenungkan kembali pendapat masing-masing,
3.     kompromi – dimana pihak yang satu mengorbankan sesuatu agar memuaskan pihak yang lain. Tentu saja pihak-pihak tak ada yang senang akan hal ini, tetapi apa boleh buat karena keadaan berlarut-larut dan organisasi menjadi “mati”. Ini akan justru merugikan semua pihak karena anggota saling menyabot kegiatan-kegiatan organisasional.
4.     Menghaluskan situasi – ini merupakan usaha mempertahankan “statusquo”, akan tetapi pimpinan secara informal berusaha untuk menyelesaikan persoalan terhadap isyu yang sifatnya sepele.
5.     Pengunduran diri – dalam hal ini pimpinan “melarikkan diri” dari situasi yang timbul dan tidak berusaha untuk menyelesaikannya sama sekali. Pimpinan menyerahkan pada kekuatan yang ada untuk nantinya memperoleh keseimbangan kembali, karena dia memang berpendapat bahwa demikianlah seharusnya  proses konflik berjalan. Memang diperkirakan bahwa sesuatu yang baru tentu menimbulkan gejolak dan berbagai pendapat, tetapi dengan berjalannya waktu hal yang baru itu diterima sebagai hal yang biasa dan pihak-pihak akan dengan sendirinya mengerti duduk perkaranya.

Berbagai keadaan yang menguntungkan suatu organisasi dalam menghadapi konflik adalah apabia:
·      Strukturnya dapat memperlancar saling tindak anggota dan kelompok,
·      Anggotanya mampu melaksanakan proses saling tindak yang efektif dan saling mempengaruhi,
·      Anggota yang satu mempercayai kemampuan anggota yang lain, setia dan lain-lain.

Penyelesaian konflik dalam organisasi seperti itu sifatnya akan kreatif dan kontruktif dan inilah yang kita inginkan semua, yaitu tercapainya kesesuaian (conformity) antar anggota dimana para anggota memperagakan sikap, prilaku dan tindakan yang harmonis.
Dengan cara ini dijamin tercapainya atau tergalangnya persatuan dan kesatuan (cohesiveness) para anggota organisasi, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan lancar. Jadi, konflik dapat mengarahkan ke inovasi dan perubahan, dapat menggerakkan orang-orang untuk melaksanakan kegiatan, mengembangkan proteksi bagi pihak-pihak yang lemah dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa konflik dapat dikelola, agar berguna bukan menghambat, untuk pencapaian tujuan dalam organisasi modern.


Refrensi :
       -     Dr. Sukanto Reksohadiprodjo, M.Com, Dr. T. Hani Handoko, MBA. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1996-1992.
       -     Michael E. McGill, Ny. Rochmulyati Hamzah. Pengembangan Organisasi. Jakarta Pusat: PT. Ikrar Mandiriabadi, 1993.
       -     George F. Thomason, Bambang Kussriyanto & Theresia L.G. Improving the Quality of Organization/Kualitas Organisasi. Jakarta: Erlangga, 1973.

       -    http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar