Seiring
berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik
internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi karena
permasalahan yang sangat remeh temeh. Namun justru dengan hal yang remeh temeh
itulah sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun
manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai
lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang
diambil sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam
mempertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya.
Konflik
dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk oleh
pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan yang dilakukanpun cenderung
diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita, konflik merupakan sesuatu
yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses interaksi manusia.
Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya
sehingga bisa membawa dampak konstruktif bagi organisasi.
Apabila
sistem komunikasi dan informasi tidak menemui sasarannya, timbullah salah paham
atau orang tidak saling mengerti. Selanjutnya hal ini akan menjadi salah satu
sebab timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi.
Pada
hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok
atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi.
Atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau
antogonistik antara dua atau lebih pihak. Pertentangan kepentingan ini berbeda
dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin
membela nilai-nilai yang telah mereka anggap benar, dan memaksa pihak lain
untuk mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras.
Konflik
Organisasional
Individu-individu
dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoprasian organisasional yang
menyebabkan konflik. Bass mengemukakan berbagai contoh sebagai berikut :
Atasan
menghendaki produksi lebih banyak, para bawahan menginginkan perhatian lebih
besar. Para langganan meminta pengiriman lebih cepat, rekan kerja berharap
penundaan sekjul. Para konsultan menyarankan perubahan, para bawahan menolak
perubahan. Buku pedoman menguraikan suatu rumusan, staf mengatakan bahwa itu
tidak akan berjalan.
Secara lebih
konsepsual. Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional : (1)
suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai,
(2) keberadaan peralatan-peralatan yang
tudak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai, (3) sesuatu
masalah ketidaktepatan status, dan (4) perbedaan perepsepsi.
Sumber-sumber
konflik organisasional ini sebagian besar meupakan hasil dinamika interaksi
individual dan kelompok serta proses-proses psikologis.
Jenis-jenis
Konflik
Orang
mengelompokkan konfik kedalam:
1.
Konflik
peranan yang terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict), dimana
peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu
memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku
tersebut.
2.
Konflik
antar peranan (inter-role conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena
dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja
anggota serikat pekerja yang juga pengawas atau mandor perusahaan.
3.
Konflik
yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender
conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan yang
berlainan para ketua jurusan.
4.
Konfik
yang timbul karena disampikannya informasi yang saling bertentangan
(intrasender conflict).
Kelompok
konflik yang pertama pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk mentaati peraturan yang ada atau
memerlukan kesetiaan orang pada
organisasi. Kelompok konflik yang kedua dapat dihindari dengan mendefinisikan
kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan
pada seorang tertentu sehingga akibat negatif dwi-fungsi diminimumkan.
Sedangkan kelompok konflik ketiga dapat dihindari dengan memperlakukan sama
bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat
dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik serta adanya buku
pedoman atau petunjuk perusahaan.
Dalam
kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan. Atas dasar konflik ini, kita mengenal lima jenis konflik.
1.
konflik dalam individu, yang terjadi bila seseorang individu
menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau
bila individu diharapkan untuk melakukan lebih daripada kemampuannya.
2.
Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal
ini sering diakibatkan oleh perbedaan-pebedaan kepribadian. Konflik ini juga
berasal dari adanya konflik antar peranan (seperti antara menejer dan bawahan).
3.
Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh
kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
4.
Konflik antar kelompok dalam organisasi
yang sama, karena
terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5.
Konfik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan
ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan
timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih
rendah, dan penggunaan sumber daya lebh efisien.
Sumber-sumber
konflik
Berbagai
sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
kebutuhan untuk membagi sumber
daya-sumber daya yang terbatas. Bila
setiap satuan dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah
bagaimana membaginya merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya
tersebut harus dialokasikan, sehingga beberapa kelompok tak terelakkan akan
mendapatkan lebih sedikit daripada yang mereka inginkan atau butuhkan. Konflik
dapat timbul Karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk merebutkan
bagian terbesar sumber daya-sumber daya yang tersedia.
2.
Perbedaan-perbedaan dalam berbagai
tujuan. Seperti telah
kita ketahui, kelompok-kelompok organisasi cendrung menjadi terspesialisasi
atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia
yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering mengakibatkan konflik
kepentingan atau perioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan
telah disetujui. Sebagai contoh, departemen penjualan mungkin menginginkan
penetapan harga rendah untuk menarik lebih banyak langganan, sedangkan
departemen produksi mungkin menghendaki harga lebih tinggi untuk menutup
biaya-biaya produksi. Karena para anggota setiap departemen mengembangkan
berbagai tujuan dan sudut pandang yang berbeda-beda, mereka sering menghadapi
kesulitan untuk menyetujui program-program kegiatan.
3.
Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan
kerja. Saling
ketergantungan kerja ada dua atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan
yang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti
ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi sangat tergantung pada cara
situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik muncul bila seluruh kelompok
yang terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekanan diantara berbagai macam
kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung jawab.
Konflik potensial adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat mulai
pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4.
Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara para
anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai
pebedaan sikap, nilai-nilai, dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik.
Sebagai contoh, para manajer tingkat atas, yang terlibat dengan pertimbangan–pertimbangan
jangka panjang hubungan manajemen-serikat buruh, mungkin ingin menghindari
penetapan perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi
fleksibilitas para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis
mungkin menggunakan criteria nilai-nilai mereka atas dasar kualitas produk,
kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan para anggota departemen pabrikasi
mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada kesederhanaan desain dan
biaya-biaya produksi yang rendah. Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat
menimbulkan konflik.
5.
Kemenduaan organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga
berasal dari tanggung jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambigouos) dan
tujuan-tujuan yang tidak jelas. Seorang manajer mungkin mencoba untuk
memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha ini biasanya akan menstimulasi para
manajer lain untuk “mempertahankan lading mereka”. Disamping itu, komunikasi
yang mendua dapat menyebabkan konflik antar kelompok, bila kalimat (ungkapan)
yang sama mempunyai pengertian yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang
berbeda.
6.
Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan
ada argumentasi, dan bila hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi
para anggota organisasi untuk meningkatkan atau menaikkan prestasi. Tetapi bila
hal itu mengarah ke “peperangan”, akan menimbulkan konflik. Pada umumnya,
potensi konflik antar kelompok sangat berbeda dalam hal cirri-ciri seperti
sikap kerja, umur dan pendidikan.
Berbagai
strategi penyelesaian konflik
Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam
dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.
Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.
Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya
penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.
Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.
Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.
Kolaborasi
Bentuk
usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi
dari kedua pihak.
5.
Penghindaran
Menyangkut
ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Bila
keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar
anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, maka
konflikpun tak terelakkan.
Pimpinan
dapat melakukan tindakan alternatif seperti dikemukakan dibawah ini, tetapi
tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.
1.
menggunakan kwkuasaan – melaksanakan pendapat dengan menyatakan
siapa yang setuju dengan pimpinan dan yang tidak hendaknya mengundurkan diri,
2.
konfrontasi – dimana penyelesaian melalui persetujuan
semua pihak tidak dapat dicapai, dan hal itu dibiarkan demikian agar pihak-pihak
memikirkan dan merenungkan kembali pendapat masing-masing,
3.
kompromi – dimana pihak yang satu mengorbankan
sesuatu agar memuaskan pihak yang lain. Tentu saja pihak-pihak tak ada yang
senang akan hal ini, tetapi apa boleh buat karena keadaan berlarut-larut dan
organisasi menjadi “mati”. Ini akan justru merugikan semua pihak karena anggota
saling menyabot kegiatan-kegiatan organisasional.
4.
Menghaluskan situasi – ini merupakan usaha mempertahankan
“statusquo”, akan tetapi pimpinan secara informal berusaha untuk menyelesaikan
persoalan terhadap isyu yang sifatnya sepele.
5.
Pengunduran diri – dalam hal ini pimpinan “melarikkan
diri” dari situasi yang timbul dan tidak berusaha untuk menyelesaikannya sama
sekali. Pimpinan menyerahkan pada kekuatan yang ada untuk nantinya memperoleh
keseimbangan kembali, karena dia memang berpendapat bahwa demikianlah
seharusnya proses konflik
berjalan. Memang diperkirakan bahwa sesuatu yang baru tentu menimbulkan gejolak
dan berbagai pendapat, tetapi dengan berjalannya waktu hal yang baru itu
diterima sebagai hal yang biasa dan pihak-pihak akan dengan sendirinya mengerti
duduk perkaranya.
Berbagai
keadaan yang menguntungkan suatu organisasi dalam menghadapi konflik adalah
apabia:
·
Strukturnya
dapat memperlancar saling tindak anggota dan kelompok,
·
Anggotanya
mampu melaksanakan proses saling tindak yang efektif dan saling mempengaruhi,
·
Anggota
yang satu mempercayai kemampuan anggota yang lain, setia dan lain-lain.
Penyelesaian
konflik dalam organisasi seperti itu sifatnya akan kreatif dan kontruktif dan
inilah yang kita inginkan semua, yaitu tercapainya kesesuaian (conformity)
antar anggota dimana para anggota memperagakan sikap, prilaku dan tindakan yang
harmonis.
Dengan
cara ini dijamin tercapainya atau tergalangnya persatuan dan kesatuan (cohesiveness) para anggota organisasi,
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan lancar. Jadi, konflik dapat
mengarahkan ke inovasi dan perubahan, dapat menggerakkan orang-orang untuk
melaksanakan kegiatan, mengembangkan proteksi bagi pihak-pihak yang lemah dalam
organisasi. Faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa konflik dapat dikelola,
agar berguna bukan menghambat, untuk pencapaian tujuan dalam organisasi modern.
Refrensi :
- Dr. Sukanto Reksohadiprodjo, M.Com, Dr.
T. Hani Handoko, MBA. Organisasi
Perusahaan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1996-1992.
- Michael E. McGill, Ny. Rochmulyati
Hamzah. Pengembangan Organisasi.
Jakarta Pusat: PT. Ikrar Mandiriabadi, 1993.
- George F. Thomason, Bambang Kussriyanto
& Theresia L.G. Improving the Quality
of Organization/Kualitas Organisasi. Jakarta: Erlangga, 1973.
- http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar